Pane kata Mahfud, memiliki peran penting dengan mendirikan organisasi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). "Pak Lafran mendirikan organisasi bernama Himpunan Mahasiswa Islam, dengan menggabungkan
MengenaiLafran Pane Sujoko Prasodjo dalam sebuah artikelnya di majalah Media nomor : 7 Thn. III. Rajab 1376 H/ Februari 1957, menuliskan :" Sesungguhnya, tahun-tahun permulaan riwayat HMI adalah hampir identik dengan sebagian kehidupan Lafran Pane sendiri. Karena dialah yang punya andil terbanyak pada mula kelahiran HMI, kalau tidak boleh kita
LafranPane hari ini dianugerahi gelar pahlawan nasional oleh presiden. Sampai saat ini membekas di kader-kader,"kata Sekretaris HMI Cabang Yogyakarta Muhamad Ashar SF di makam Lafran Pane di
Dalamkesempatan lain, pada pidato pengukuhan Lafran Pane sebagai Guru Besar dalam mata pelajaran Ilmu Tata Negara pada Fakultas Keguruan Ilmu Sosial, IKIP Yogyakarta ( sekarang UNY ), pada hari kamis tanggal 16 Juli 1970, Lafran menyebutkan bahwa Pancasila merupakan hal yang tidak bisa berubah.
Mahfudmengatakan, Lafran Pane layak untuk ditetapkan sebagai pahlawan nasional. Jejak perjuangannya telah diuji kesahihannya di 27 kampus di Indonesia. Atas dasar itu, kata Mahfud, Lafran Pane yang mendirikan HMI pada 5 Februari 1947 di Yogjakarta, pantas ditetapkan sebagai pahlawan nasional. Presiden Jokowi menyambut positif usulan tersebut.
Karyatulisnya pun terbatas. berikut ini merupakan judul karya-karya Lafran Pane dengan bentuk artikel bebasnya: Keadaan dan Kemungkinan Kebudayaan Islam di Indonesia Wewenang Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Kedudukan Dekret Presiden Kedudukan Presiden Kedudukan Luar Biasa Presiden Kedudukan Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) Tujuan Negara
.
Liste de mots commençant par KATA Voici la liste de tous les mots français commençant par KATA groupés par nombre de lettres kata, kataf, katal, Katar, katas, katafs, katals, katana, katanas, Katanga. Il y a 66 mots qui commencent par KATA. Cliquez sur un mot commençant par KATA pour voir sa définition. → 1 mots de 4 lettres en kata kata → 4 mots de 5 lettres en kata kataf katal Katar katas → 3 mots de 6 lettres en kata katafs katals katana → 2 mots de 7 lettres en kata katanas Katanga → 2 mots de 8 lettres en kata katakana katakoua → 5 mots de 9 lettres en kata katakanas katakouas Katangais katangais katangite → 8 mots de 10 lettres en kata katajjaniq katakanisa katakanisé katakanise Katangaise katangaise katangaïte katangites → 11 mots de 11 lettres en kata katakanisai katakanisas katakanisât katakanisée katakaniser katakanisés katakanises katakanisez katangaises Katangaises katangaïtes → 8 mots de 12 lettres en kata katakanisais katakanisait katakanisant katakanisées katakanisent katakanisera katakanisiez katakanisons → 7 mots de 13 lettres en kata katakanisâmes katakanisasse katakanisâtes katakaniserai katakaniseras katakaniserez katakanisions → 9 mots de 14 lettres en kata katagélophobie katakanisaient katakanisasses katakaniserais katakaniserait katakanisèrent katakaniseriez katakaniserons katakaniseront → 4 mots de 15 lettres en kata katagélophobies katakanisassent katakanisassiez katakaniserions → 2 mots de 16 lettres en kata katakanisassions katakaniseraient Trop de mots ? Limiter aux formes du dictionnaire sans pluriels, féminins et verbes conjugués. Mots Avec est un moteur de recherche de mots correspondant à des contraintes présence ou absence de certaines lettres, commencement ou terminaison, nombre de lettres ou lettres à des positions précises. Il peut être utile pour tous les jeux de mots création ou solution de mots-croisés, mots-fléchés, pendu, Le Mot le Plus Long Des Chiffres et des Lettres, Scrabble, Boggle, Words With Friends etc. ainsi que pour la création littéraire recherche de rimes et d'alitérations pour la poésie, et de mots satisfaisants aux contraintes de l'Ouvroir de Littérature Potentielle OuLiPo telles que les lipogrammes, les pangrammes, les anagrammes, le monovocalisme et le monoconsonnantisme etc. Les mots et leurs définitions sont issus du dictionnaire francophone libre Wiktionnaire publié sous la licence libre Creative Commons attribution partage à l'identique. A noter le Wiktionnaire contient beaucoup plus de mots en particulier des noms propres que les autres dictionnaires francophones comme le dictionnaire Officiel du Scrabble ODS publié par Larousse environ 400 000 mots et formes fléchies noms et adjectifs au masculin et au féminin et au singulier et au pluriel, verbes conjugués dans l'ODS, et 1,3 million sur Mots Avec.
Lafran Pane Pahlawan Nasional Dok. IDN Times Lafran muda mengalami pergolakan pemikiranDikenal sebagai bocah badungHingga akhirnya dia memprakarsai HMIOrganisasi kader yang banyak melahirkan tokohBanyak yang baik, tak sedikit pula yang nakal...***Hari ini 5 Februari 2022 HMI memasuki usia Ke-76 tahun. Perjalanan hijau hitam tak bisa dilepaskan dari sosoknya. Ya, Lafran Pane. 'Berdosalah' kader Himpunan Mahasiswa Islam HMI yang tidak mengenal sosoknya. Pendiri organisasi dengan warna khas hijau hitam dengan intelektualitas yang mumpuni. Namun tidak ujug-ujug Lafran bisa sukses seperti saat mendirikan HMI. Lafran muda harus bergejolak dengan pemikirannya. Jalan hidupnya tak seperti anak muda masa kini. Yang mungkin saja menghabiskan waktu untuk disia-siakan .Lewat perjuangan panjang, Lafran akhirnya ditetapkan sebagai pahlawan nasional pada 6 November 2017. Bersama TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid dari Nusa Tenggara Barat NTB, Laksamana Malahayati dari Provinsi Aceh, Sultan Mahmud Riayat Syah dari Kepulauan Riau, dan Lafran Pane dari Daerah Istimewa Yogyakarta. Penganugerahan itu digelar di Istana Presiden lima hari lahir di Padangsidimpuan 5 Februari 1922. Tanggal ini bertepatan juga saat dia mendirikan HMI dua tahun setelah Indonesia merdeka. Lafran adalah anak kandung dari seorang penulis, sekaligus tokoh Muhammadiyah Sutan Pangaruban Pane. Ibunya bernama Gonto boru Siregar. A Fuadi dalam buku Merdeka Sejak Hati, 2019.Yuk Simak kisah perjalanan Lafran Pane mendirikan HMI hingga dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional. Baca Juga Mengenal SMA Unggul Del, SMA Terbaik di Sumut Binaan Luhut Panjaitan 1. Lafran kecil sudah dikenal nakal sekaligus cerdasLafran Pane Pahlawan Nasional Dok. IDN TimesLafran tidak begitu mengenal sosok ibunya. Di umurnya yang masih dua tahun, sang ibu wafat. Lafran merupakan bungsu enam bersaudara. Beberapa kakaknya juga menjadi sastrawan kondang. Mereka adalah Sanusi Pane dan Armijn Pane. Karya-karyanya cukup dikenal di publik. Bahkan sampai saat ini masih dari Lafran dikenal sudah nakal sejak kecil. Lantaran tidak ada dampingan ibu sejak dia kecil. Meskipun beberapa kesaksian menyebut jika Lafran kecil adalah seorang penurut dan juga dibesarkan di keluarga yang taat agama. Nilai ini juga yang terus dipegangnya, meskipun pikirannya terus Lafran muda kerap pindah sekolahLafran Pane Pahlawan Nasional Dok. IDN TimesDalam berbagai artikel selalu diceritakan jika perjalanan pendidikannya tidak pernah mulus. Dia kerap pindah sekolah. Lafran sempat mengenyam pendidikan di pesantren Muhammadiyah Sipirok. Kemudian dia melanjutkan sekolah formal di desa selama tiga tahun. Lagi-lagi dia tak meluluskan pun hijrah ke Sibolga. Di sana dia berhasil tamat dari HIS Muhammadiyah. Lalu dia kembali ke Sipirok. Di sana dia melanjutkan sekolah ibtidaiyah yang bersambung ke wustha atau tingkat menengah. Namun dia kembali pindah ke Taman Siswa Sipirok. Kemudian pindah lagi ke Taman Antara dan Taman Dewasa di nasib mujur tidak berpihak kepadanya. Dia dikeluarkan dari sekolah sebelum lulus. Dari titik ini membuat Lafran menjadi seorang Kebadungan Lafran dimulai dari Medan dan berlanjut ke JakartaLafran Pane Pahlawan Nasional Dok. IDN TimesPutus sekolah membuat Lafran semakin bergejolak. Dia meninggalkan rumah kakaknya Nyonya dr Tarib di Medan dan memilih hidup di jalanan. Emperan toko kawasan Kesawan pernah menjadi tempatnya Lafran disebut kerap main kartu untuk menghidupi dirinya. Lafran juga dikabarkan pernah berlatih nasib adiknya, pada 1937 Lafran diminta Sanusu dan Armijn pindah ke Batavia Jakarta. Dia pun kembali melanjutkan sekolahnya di HIS Muhammadiyah. Lagi-lagi dia harus pindah beberapa kali hingga ke Taman Dewasa Raya Lafran sebagai seorang remaja berlanjut di Jakarta. Dia disebut pernah bergabung dengan geng pemuda. Kenakalannya membuat Lafran sering dibui. Bahkan pada satu kasus, gurunya di Muhammadiyah Mr Wilopo sempat membayarkan denda atas saat itu juga Lafran dikenal sering memberontak. Terlibat demonstrasi hingga berujung keributan. Baca Juga Sejarah Lahirnya HMI Kegelisahan Pemuda Islam hingga Gejolak Politik 4. Titik balik spiritual Lafran PaneLafran Pane Pahlawan Nasional Dok. IDN TimesLafran kembali ke Padangsidimpuan pada 1942. Perjalanan spiritulinya dimulai. Namun di sana, Lafran malah dituduh memberontak terhadap Jepang. Dia kembali ke Jakarta Satria Wibawa 2010 dalam bukunya Lafran Pane Jejak Dan Pemikirannya menyebutkan jika pengembaraan keduanya ke Jakarta, sebagai fase lahirnya kesadaran Lafran akan insan kamil. Saat itu Lafran berusia 21 tahun. Dia tengah mengalami pergejolakan pencarian hakikat hidup. Dia mulai mengalami dahaga akan situ, dia mulai menyadari ingin kembali ke masa kecilnya. Selalu akrab dengan nuansa agama yang kental. Lafran pun mulai merenung. Berbekal pengalaman nyantri dia mulai kembali. Dia sempat bekerja di salah satu kantor statistik di Jakarta. Hingga akhirnya dia melanjutkan studi di Sekolah Tinggi Islam STI Yogyakarta. Di sana dia bertemu dengan Abdul Kahar Muzakkir, Hussein Yahya, dan H. M Rasyidi yang menjadi dosennya. Dia mulai bergumul dengan Kondisi negara saat itu membuatnya terpikir membentuk HMIPresiden Jokowi menghadiri syukuran Lafran Pane sebagai Pahlawan Nasional Dok. IDN TimesPerjalanan spiritual Lafran menuntunnya semakin kritis. Membaca realitas sosial yang terjadi di sekitarnya saat itu. Dia mengkritisi sistem yang berlaku di perguruan tinggi yang menganut pendidikan barat. Saat itu juga banyak organisasi mahasiswa dan pemuda di bawah pengaruh komunis. Dia juga prihatin dengan kondisi umat akhirnya dia membentuk Himpunan Mahasiswa Islam HMI, 5 Februari 1947. Rapat pembentukan itu juga diikuti, Karnoto Zarkasyi, Dahlan Husein, Maisaroh Hilal cucu pendiri Muhammadiyah, KH. Ahmad Dahlan, Suwali, Yusdi Ghozali; tokoh utama pendiri Pelajar Islam Indonesia PII, Mansyur, Siti Zainah istri Dahlan Husein, Muhammad Anwar, Hasan Basri, Zulkarnaen, Tayeb Razak, Toha Mashudi dan Bidron sangat banyak berperan dalam pergolakan politik di Indonesia. Begitu banyak tokoh yang merupakan alumni HMI mengisi lini-lini pemerintahan. Mulai dari wakil presiden , jajaran menteri kabinet, DPR, MPR, DPD hingga para aktifis yang sampai saat ini masih eksis. Sebut saja nama sejumlah tokoh seperti Akbar Tandjung, Jusuf kalla, Nurcholis Madjid, Mahfud MD, Hamzah Haz, Anies Baswedan, Abraham Samad, Jimly Ashiddiqie, Alm Husni Kamil Manik, Yusril Ihza Mahendra dan masih banyak lainnya. Semuanya lahir dari rahim Kesederhanaan Lafran yang kian dilupakan kader HMIDrs. Lafran Pane dalam kehidupannya selalu mengajarkan kesederhanaan. Dalam HMI pun demikian. Hidupnya hanya diabdikan untuk menjadi pengajar. Bahkan kesederhanaan Lafran sampai melegenda. Lafran boleh miskin harta. Namun dia tidak miskin akan semangat Lafran hampir tidak diikuti oleh kader HMI saat ini. Bahkan membuat orang-orang mulai apatis dengan HMI.“Kalau kita lihat, orientasi kesederhanaan, hampir bisa dikatakan tidak kelihatan di kader HMI. Yang ada justru berlomba-lomba mencapai kekuasaan. Dan pola berpikirnya pun lebih sempit. Lebih kepada kekuatan kelompok,” ujar Dadang Darmawan, Ketua Umum Badan Koordinasi HMI Sumut di era Dadang, apa yang dicontohkan Lafran hampir tidak ada bekasnya. Justru, sejumlah alumni malah mencoreng nama rumah besar HMI.“Kalaupun Lafran meninggalkan jejak keteladanan, membentuk kesederhanaan, nasionalisme, itu sudah hilang saat ini,” Tahun 2017 akhirnya Lafran Pane ditetapkan sebagai Pahlawan NasionalDokumentasi/Kahmi UIN MalangLewat perjuangan panjang, Lafran akhirnya ditetapkan sebagai pahlawan nasional pada 6 November 2017 oleh Presiden Joko 'Jokowi' Widodo. Bersama TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid dari Nusa Tenggara Barat NTB, Laksamana Malahayati dari Provinsi Aceh, Sultan Mahmud Riayat Syah dari Kepulauan Riau, dan Lafran Pane dari Daerah Istimewa Yogyakarta. Penganugerahan itu digelar di Istana Presiden lima hari berikutnya. Baca Juga Jangan Lupakan Sejarah! Ini 12 Sosok Pahlawan Nasional dari Sumut
- Hampir seluruh kader Himpunan Mahasiswa Islam HMI mengenal kisah ini. Sebuah peristiwa yang terjadi pada 5 Februari 1947. Lafran Pane, ketika itu mahasiswa Sekolah Tinggi Islam STI, sekarang UII, meminta izin kepada Husein Yahya, dosen pengajar Kuliah Tafsir, untuk menggunakan jam pelajarannya sebagai rapat mahasiswa. Yogyakarta masih menjadi ibu kota Republik. Rapat yang dimulai pada pukul di Gedung STI, Jl. Pangeran Senopati 30 itu kemudian diputuskan sebagai peristiwa lahirnya HMI dan Lafran Pane dinisbatkan sebagai pendirinya. Selain Lafran, seturut catatan Agussalim Sitompul dalam Sejarah Perjuangan Himpunan Mahasiswa Islam 1947-1975 2002, pendiri HMI adalah 14 mahasiswa lain yang mengikuti rapat itu memang tonggak awal bagi sejarah HMI, namun gagasan dan semangat yang melatarinya telah lama bersemayam dalam pikiran Lafran Pane. Sujoko Prasodjo, dalam salah satu tulisannya di Majalah Media Februari 1957, bahkan menyebut tahun-tahun permulaan riwayat HMI hampir identik dengan sebagian kehidupan Lafran Pane. Sujoko memandang Lafran memiliki andil terbanyak pada mula kelahiran pikiran Lafran dapat ditelisik dari tujuan HMI yang ia rumuskan dan kemudian disepakati peserta rapat 5 Februari itu, yakni “Mempertahankan Negara Republik Indonesia dan mempertinggi derajat rakyat Indonesia, serta menegakkan dan mengembangkan ajaran Agama Islam.”Dalam Intelektual Muslim dan Kuasa Geneologi Inteligensia Muslim Abad Ke-20 2002, Yudi Latif menilai tujuan HMI rumusan Lafran mengandung gagasan istimewa. Rumusan tersebut mengetengahkan dialektika gagasan kebangsaan dan keislaman yang serius—sebuah wacana panjang muslim Indonesia pada paruh pertama abad ke-20. Gagasan ini mulai didengungkan oleh Tjokroaminoto, dimatangkan secara politik oleh M. Natsir, dan dibawa ke ranah kehidupan intelektual oleh Lafran Pane. HMI kemudian menjadi ruang dialektika keislaman dan kebangsaan yang legendaris. Nurcholish Madjid, Ahmad Wahib, Endang Saifuddin Anshari, Imaduddin Abdurahman, Yusril Ihza Mahendra, Jimly Ashshidique, dan puluhan pemikir lainnya lahir dari organisasi ini. Gagasan kebangsaan dan keislaman yang tumbuh di HMI juga telah memengaruhi perjalanan Indonesia modern baik secara intelektual maupun politik. Modernisme Islam & Keindonesiaan Ikhtiar Lafran Pane dalam menyelaraskan gagasan kebangsaan dan keislaman dapat ditelusuri dari keluarga dan pengembaraan intelektualnya. Kedua abang Lafran masyhur sebagai tokoh penting dalam perkembangan sastra Indonesia modern, yaitu Armijn dan Sanusi Pane. Ayahnya, Sutan Pangurabaan Pane, ialah salah satu pendiri Muhammadiyah di Sipirok. Sementara Sang Kakek, Syekh Badurrahman Pane, adalah ulama di Tapanuli Selatan. Di masa kanak-kanak Lafran belajar menyanyikan "sifat 20", puji-pujian yang berisi dua puluh sifat Allah, bersama kawan-kawannya. Pendidikan keagamaan Lafran kecil telah menunjukkan pergolakan paham antara golongan tua dan golongan muda, meski Lafran kemudian menjadi anak tulen modernisme Islam. Dosen-dosennya di STI memang banyak berasal dari kalangan modernis. Dua nama yang dapat disebut ialah Abdul Kahar Muzakar dan Rasjidi. Karena itu kerangka pikiran Lafran dalam menafsirkan kebangsaan dan keindonesiaan bersemangatkan modernisme Islam, yang kerap minus dari nilai tasawuf dan kalam Asy'ariah. Dari berbagai catatan yang dikumpulkan Agussalim Sitompul, dapat terlihat bahwa Lafran benar-benar mencitakan HMI sebagai wajah Islam yang mampu bergelut dengan tantangan zaman, khususnya di dunia mahasiswa. Dan pada abad ke-20 kemodernan itu menjelma dalam wajah negara Indonesia. Islam ia pandang sesuai dengan semangat modern, sekaligus menjadi pengobat dari penyakit-penyakit yang ditimbulkan oleh modernitas seperti kekeringan rohaniah masyarakat. Ruang dialektika yang dibangun Lafran kemudian bergumul secara liat dalam perjalanan bangsa dan HMI mengarunginya hampir sepanjang sejarah Indonesia. Di antara dua orde, HMI melewati ngerinya peristiwa 1965 dan selamat dari huru-hara 1998. Lafran Pane turut menyaksikan dan bahkan terlibat dalam dinamika itu hampir seumur hidup dewasanya. Ia melihat Indonesia yang ia tafsirkan sejak sebelum mendirikan HMI bergolak atau tenang secara silih berganti. Tak seperti alumni HMI lain yang kerap bergelimang jabatan dan jaringan, Lafran Pane amat setia dengan kebersahajaan. Hingga masa akhir baktinya di IKIP Yogyakarta, tempat ia dinobatkan sebagai Guru Besar Ilmu Tata Negara pada 1970, Lafran tetap setia mengayuh sepeda onthel ketika pergi mengajar. Sampai akhir hayat ia bahkan tak pernah memiliki mobil. Lafran memang lebih setia kepada idealisme sebagai pengajar daripada mengejar posisi politik. Jabatan politik tertinggi yang pernah ia peroleh “hanya” menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung DPA periode 1988-1993 yang tidak pernah ia tuntaskan. Itu pun, menurut kesaksian Akbar Tandjung, Lafran merasa mendapatkan gaji yang terlalu besar dari DPA. Lukman Hakiem, salah satu junior Lafran di IKIP dan HMI Cabang Yogyakarta, menulis kesaksian dalam "Lafran Pane Pahlawan Nasional, Mengapa Tidak?" yang dimuat di buku 50 Tahun HMI Mengayuh di Antara Cita dan Kritik 1997 tentang kebersahajaan seniornya itu “Saya bersaksi bahwa Lafran Pane tidak pernah memanfaatkan posisinya sebagai pemrakarsa berdirinya HMI untuk kepentingan pribadi, walaupun alumni HMI sudah amat banyak yang duduk di posisi strategis di jajaran pemerintahan. Saya juga berani menegaskan, bahwa segala pikiran dan gagasan Lafran Pane, entah itu menguntungkan pemerintah atau tidak, murni keluar dari hati nurani dan akal sehatnya." Infografik Mozaik Himpunan Mahasiswa Islam. Sebuah Rahasia Tiga bulan menjelang meninggal, Lafran menulis di Jawa Pos edisi 18 September 1990. Tulisan tersebut diberi judul “Menggugat Eksistensi HMI”. Artikel terakhir Lafran ini mengingatkan kembali tujuan awal didirikannya HMI pada 5 Februari 1947. Boleh jadi artikel ini dikhususkan kepada kader dan alumni HMI yang ketika itu tengah dilanda perpecahan antara HMI Dipo dan MPO—semacam wasiat untuk memegang teguh dan terus menafsirkan Indonesia dengan semangat kebangsaan dan Pane meninggal pada 25 Januari 1991, tepat hari ini 30 tahun lalu, dalam kesederhanaan serta kebersahajaan yang luas dan dalam. Beberapa saat sebelum jenazah Lafran dimakamkan, Tetty Sari Rakhmiati putri bungsu didampingi M. Iqbal putra dan Martha Dewi istri, membuka sebuah rahasia. Kesaksian ini disaksikan oleh Akbar Tanjung dan beberapa saksi lainnya serta dimuat dalam buku Agussalim Sitompul Menyatu dengan Umat, Menyatu dengan Bangsa Pemikiran Keislaman-Keindonesiaan HMI 1947-1997 2002.Sebenarnya Lafran Pane dilahirkan di Padangsidempuan pada 5 Februari 1922. Bila selama ini ia menyatakan lahir pada 12 April 1923 termasuk secara administratif, hal itu semata-mata dilakukan untuk menghindari pengidentikan HMI dengan dirinya. Sebab hari lahirnya bertepatan dengan hari lahir HMI. Lafran tak ingin HMI identik dengan siapapun.==========Shubhi Abdillah adalah penulis yang pernah kuliah di Program Studi Sastra Indonesia FIB UI serta menjadi Ketua Komisariat HMI di fakultasnya. Ia turut mendirikan Komunitas Nuun sebagai wadah bertukar gagasan mengenai wacana keislaman dan kebudayaan. - Humaniora Penulis Shubhi AbdillahEditor Ivan Aulia Ahsan
Sosoknya dikenal luas oleh para kader dan alumni Himpunan Mahasiswa Islam HMI di seluruh Indonesia, bahkan yang berada di mancanegara. Meski demikian, jejak pemikiran, sikap, tindakan, dan keteladanannya melampaui batas organisasi memang dia terlahir bukan semata untuk HMI, melainkan untuk Indonesia dan Islam serta untuk umat, bangsa, dan negara. Boleh dibilang ketokohannya melampaui masanya dan tempat di mana dia terlahir, tumbuh, dan hidup. Dalam diri dan perjalanan hidupnya terdapat ibrah yang sangat relevan bagi kita semua termasuk generasi milenial saat ini, yakni merdeka sejak hati, Islam sejak nurani, dan Indonesia sejak ragawi. Maka tidak berlebihan-bahkan mungkin memang menjadi sebuah keharusan-pemerintah memberikan gelar Pahlawan Nasional untuknya pada 6 November 2017. Lafran Pane, anak dari pasangan Sutan Pangurabaan dan Gonto terlahir di Sipirok, Padang Sidempuan, Sumatera Utara pada 5 Februari 1922, dan meninggal di Yogyakarta pada 25 Januari 1991. Ayah Lafran merupakan guru, wartawan, dan sastrawan sekaligus salah satu tokoh Muhammadiyah di Sipriok, bahkan pendiri sekolah dan pesantren Muhammadiyah pertama di Sipirok. Sosok Lafran Pane diulas secara lugas, mengalir, jernih, utuh, dan gamblang oleh Ahmad Fuadi dalam novel berjudul Merdeka Sejak Hati. Membaca novel ini ibaratnya kita sedang jumpa muka, pikiran, dan jiwa dengan Lafran. Fuadi membagi jalan cerita dengan 41 pembabakan. Tapi, jika dirangkum, boleh disebut ada enam lokasi kunci pembabakan, yakni Sipirok, Medan, Batavia Jakarta, Yogyakarta, Malang, dan kehidupan Lafran yang dimulai sejak kecil dalam keluarga terpatri dengan lima hal, yakni buku, pergerakan untuk kemerdekaan, Islam, empati terhadap sesama, dan pendidikan. Lintasan kehidupannya juga dipenuhi dan disertai berbagai sosok orang pergerakan di tanah kelahirannya, anak jalanan, preman, pedagang di pasar dan jalanan, sarung dan ring tinju, geng motor, ulama-guru, bahkan tokoh-tokoh penting mulai dari DN Aidit, Soekarno Bung Karno, Mohammad Hatta Bung Hatta, dan Sutan Syahrir, termasuk tentu saja dua kakak kandung Lafran, Sanusi Pane dan Armijn Pane. Juga diceritakan bagaimana Lafran bersinggungan dengan para tokoh pendidikan di Yogyakarta seperti KH Abdul Kahar Muzakkir, Husein Yahya, dan HM Rasyidi, para mahasiswa Sekolah Tinggi Islam STI Yogyakarta dan lintas kampus, para pendiri ashabul awwalun HMI, tokoh-tokoh organisasi kemahasiswaan dan pelajar, tokoh-tokoh organisasi Islam dan nasionalis, tentara dan tokoh tentara terutama Panglima Besar Jenderal Sudirman, para intelektual, dan masih banyak novel Merdeka Sejak Hati seolah kita berada di samping Lafran Pane atau boleh dibilang kita adalah bayangannya di mana saja Lafran ada dan ke mana saja pergi. Ahmad Fuadi mampu menyatukan kepingan-kepingan perjalanan hidup dan sikap; perjuangan sebelum, saat, dan sesudah proklamasi kemerdekaan; dan kecintaan Lafran terhadap rakyat umat, bangsa, negara, dan agama Islam sehingga mengha dirkan goresan sejarah dengan gaya yang unik, apik, mudah dicerna, dan bisa dijadikan contoh oleh para pembaca. Fuadi berhasil menghadirkan Lafran dan jalan hidupnya yang berliku, penuh tantangan, onak dan duri, jatuh dan bangkit kembali, kemudian berjuang memerdekakan pikiran dan jiwa rakyat Indonesia serta meninggikan agama membuat bercampur aduk segala rasa dan perasaan. Salut untuk Fuadi yang mampu mengorkestrai kata demi kata, frasa demi frasa, kalimat demi kalimat, maupun paragraf demi paragraf. Fuadi berhasil “menghidupkan kembali” Lafran Pane. Fuadi juga mampu menghadirkan Lafran sebagai pencinta kopi yang menguasai enam bahasa asing Belanda, China, Prancis, Jerman, Jepang, dan Inggris serta pengajar, pendidik, dan intelektual yang mencintai pendidikan dan ilmu pengetahuan sekaligus penyayang Merdeka Sejak Hati sangat jelas menghimpun Lafran dalam satu tarikan nafas dengan tiga kata saja, yaitu beriman, berilmu, dan beramal. Atau, dengan empat kata lain, yakni kemodernan, keislaman, keindonesiaan, dan kemanusiaan yang cocok, berkesesuaian, seirama, dan sejalan. Dari novel ini kita pun bisa mengetahui betapa Lafran-si anak piatu-memiliki pemikiran dan tindakan dalam berbagai aspek yang hingga kini masih dan sangat relevan. Mulai dari karakter seorang pejuang dan petarung dalam menjalani kehidupan. Bicara tentang nilai antikorupsi Lafran, Fuadi bahkan langsung menghadirkannya di awal babak. Nilai tersebut tertuang dalam pernyataan Lafran kepada anaknya, Muhammad Iqbal Pane.“Bagiku, kedudukan itu untuk diamanahkan kepada yang lebih mampu, bukan diperebutkan bagai piala. Agar ada kemajuan, ada progres, agar harkat martabat bangsa ini naik, agar hilang kolusi dan korupsi. Kekuasaan bukan alat untuk memperkaya diri sendiri, tapi untuk memperkaya bangsa. Inilah yang menurutku kebiasaan yang benar. Bukan membenarkan yang biasa.” Tak ada gading yang tak retak. Menurut saya, ada dua catatan kecil untuk novel ini. Pertama , wajah sosok bersepeda di cover novel sepintas bukan seperti Lafran Pane. Tetapi, dari sisi semiotika komunikasi, cover novel ini mampu memperhalus kehadiran HMI dengan tiga warna hijau, hitam, dan putih atau boleh dibilang dua warna saja, hijau dan hitam, menunjukkan Indonesia keindonesiaan lewat warna merah dan putih, dan menghadirkan nuansa kesederhanaan Lafran dengan sepeda , novel ini tidak terlalu mengeksplor tentang persentuhan dan perdebatan pemikiran secara mendalam antara Lafran dengan DN Aidit yang sama-sama teman satu kelas di Taman Siswa Taman Dewasa Raya Batavia dan teman satu organisasi di Gerakan Rakyat Indonesia. Selain itu, persentuhan Lafran dengan Bung Karno, Bung Hatta, dan Sutan Syahrir disinggung sekadar saja. Dari sudut pandang berbeda, bagi saya, novel karya Ahmad Fuadi ini berpadu sempurna dengan buku biografi berjudul Lafran Pane Jejak dan Pemikirannya 2010 karya Hariqo Wibawa Satria. Fuadi dan Hariqo, dua alumni Pondok Modern Gontor, Ponorogo, patut mendapat kredit dan apresiasi lebih atas upaya mereka menghadirkan sosok Lafran Pane. Apalagi, karya keduanya berbasis pada riset yang utuh, menyeluruh, dan mendalam. Sekali lagi, kehadiran novel Merdeka Sejak Hati kembali menegaskan bahwa Lafran Pane bukan semata milik HMI, tapi milik Indonesia dan seluruh rakyat Indonesia. Begitu pun HMI. HMI bukan semata milik HMI, kader, dan alumninya, tapi milik Indonesia dan seluruh rakyat Indonesia. Karenanya, novel ini layak dibaca oleh siapa pun, apa pun latar belakang sosial, keagamaan, dan pekerjaan, maupun kalangan anak-anak, remaja, pemuda, hingga orang tua. Bagaimanapun, Lafran Pane dan keteladanannya layak tetap hidup dalam hati, pikiran, dan jiwa putra-putri Bumi Pertiwi Indonesia dan umat Islam di Indonesia. Sebagaimana Hadits “Jika keturunan Adam seorang manusia meninggal dunia, maka terputuslah amalnya kecuali tiga perkara, yaitu sedekah jariah, atau ilmu pengetahuan yang dimanfaatkan, atau doa anak yang saleh.”Hadits Riwayat Muslim. Ya, si Beliung yang kemudian menjadi guru besar ilmu tata negara itu telah meninggalkan tiga perkara itu, terutama amal laluhujurnalis, penulis, dan alumnus HMI Cabang Ciputatdon
kata kata lafran pane